Kebiasaan ialah salah satu hal yang menjadi sumber aturan berdasarkan sistem aturan di Indonesia. Kebiasaan sanggup diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan berulang-ulang, berdasarkan tingkah laris yang tetap, lazim, dan normal sehingga orang banyak menyukai perbuatan tersebut.
Pengertian kebiasaan berdasarkan J.B. Daliyo ialah perbuatan insan mengenai hal tertentu yang dilakukan berulang-ulang.
Pengertian aturan kebiasaan berdasarkan Uthrecht dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum, aturan kebiasaan ialah himpunan kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan-badan perundang-undangan dalam suasana “werkerlijkheid” (kenyataan) ditaati juga, lantaran orang sanggup mendapatkan kaidah-kaidah tersebut sebagai aturan dan telah ternyata kaidah-kaidah aturan tersebut dipertahankan oleh penguasa-penguasa masyarakat lain yang tidak termasuk lingkunga tubuh perundang-undangan. Dengan demikian, aturan kebiasaan itu kaidah yang biarpun tidak tertulis dalam aturan perundang-undangan masih juga sama kuatnya dengan aturan tertulis, apalagi bilamana kaidah tersebut mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah.
Apabila suatu kebiasaan dilakukan oleh orang banyak, dan kebiasaan tersebut dilakukan berulang-ulang sedemikian rupa sehingga apabila ada tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan, maka dirasakan sebagai pelanggaran hukum, dengan demikian maka terbentuklah suatu kebiasaan hukum.
Di negara Indonesia, kebiasaan merupakan sumber hukum. Kebiasaan sanggup diubah menjadi aturan kebiasaan dan sanggup dirumuskan oleh hakim dalam putusannya.
Namun demikian, tidak semua kebiasaan mengandung aturan yang baik dan adil, sehingga tidak semua kebiasaan atau moral istiadat sanggup dijadikan sebagai sumber hukum. Misalnya kebiasaan di Papua saat ada perang suku pedalaman, dimana perang akan berhenti jikalau jumlah korban di kedua belah pihak telah sama. Tentunya kebiasaan ini tidak sanggup dijadikan sumber hukum.
Kebiasaan-kebiasaan yang baik dan diterima masyarakan yang sesuai dengan kepribadian masyarakat sanggup lalu berubah menjadi aturan kebiasaan. Oleh lantaran itu, kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan ditolak oleh masyarakat, tidak akan menjadi aturan kebiasaan dalam masyarakat. Seperti kebiasaan keluar malam untuk mencuri, begadang, kebiasaan berpakaian seenaknya, tanpa mengingat norma kesopanan akan ditolak sebagai sumber hukum.
Menurut Sudikno Mertokusumo, biar suatu kebiasaan sanggup dijadikan sebagai sumber hukum, maka diharapkan syarat-syarat sebagai berikut :
- Syarat materiil: adanya kebiasaan atau tingkah laris yang tetap atau diulang, yaitu suatu rangkaian perbuatan yang sama, yang berlagsung untuk beberapa waktu lamanya (longa et invetarata cosuetudo).
- Syarat intelektual : kebiasaan itu harus menjadikan opinion necessitates (keyakinan umum) bahwa perbuatan itu merupakan kewajiban hukum.
- Adanya tanggapan aturan jikalau perbuatan itu dilanggar.
Hukum kebiasaan juga mempunyai kelemahan-kelemahan, alasannya tidak dirumuskan secara terang dan pada umumnya sukar digali, dikarenakan tidak tertulis. Di samping itu, juga bersifat aneka ragam sehingga tidak menjamin kepastian aturan dan sering menyulitkan beracara.
Di Indonesia, ketentuan kebiasaan sebagai sumber aturan diatur dalam beberapa pasal perundang-undangan, ibarat :
- Pasal 15 AB (Albemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia) yang berbunyi “ selain pengecualian yang ditetapkan mengenai orang-orang Indonesia dan orang-orang yang dipersamakan, maka kebiasaan tidak merupakan aturan kecuali apabila undang-undang memutuskan demikian”.
- Pasal 1346 KUH Perdata yang berbunyi “ apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan berdasarkan apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di kawasan di mana perjanjian telah dibuat”.
- Pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi “ hal-hal yang berdasarkan kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara rahasia dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan”.
- Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi “ perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang berdasarkan sifat perjanjiannya, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
- Pasal 1571 KUH Perdata yang berbunyi “ jikalau perjanjian sewa tidak dibentuk secara tertulis, maka perjanjian sewa menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jikalau pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan batas waktu tenggang yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat”.
Berdasarkan Pasal 22 AB yang berbunyi “ hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak terang atau tidak lengkap, sanggup dituntut lantaran menolak untuk mengadili” dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 wacana Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “ pengadilan dihentikan menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu kasus yang diajukan dengan dalih bahwa aturan tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk menyidik dan mengadilinya”, maka kita sanggup menyimpulkan bahwa :
Jika ada suatu kasus yang tidak terang dalam undang-undang, maka hakim tidak akan terikat pada undang-undang dalam pengambilan keputusannya, sehingga dalam hal ini kebiasaan mempunyai peranan penting. Oleh lantaran itu kebiasaan di Indonesia termasuk sumber hukum.
Selain aturan kebiasaan, kita juga mengenal istilah aturan adat. Keduanya memang sama-sama tidak tertulis, namun berbeda. Berikut ini ialah perbedaan aturan kebiasaan dan aturan moral :
- Hukum moral asal-usulnya bersifat agak sacral, berasal dari nenek moyang, agama, dan tradisi rakyat, sedangkan aturan kebiasaan sebagian besar berasal dari kontak antara Timur dan Barat, tetapi lalu sanggup diresapi dalam aturan Indonesia sebagai sesuatu yang asli.
- Hukum moral dipertahankan oleh para anggota adat, sedangkan aturan kebiasaan dipertahankan oleh penguasa yang tidak termasuk tubuh perundang-undangan.
- Hukum moral sebagian besar terdiri dari kaedah-kaedah yang tidak tertulis, sedangkan aturan kebiasaan semuanya terdiri atas kaedah yang tidak tertulis.
Demikianlah klarifikasi mengenai pengertian kebiasaan sebagai sumber hukum. Dalam kebiasaan aturan di Indonesia, intinya aturan kebiasaan akan dikesampingkan jikalau bertentangan dengan undang-undang. Namun jikalau undang-undang sifatnya hanya sebagai pelengkap, maka aturan kebiasaan juga sanggup mengesampingkan undang-undang.