Wednesday, September 18, 2019

Pengertian Penafsiran Aturan Dan Macam-Macam Penafsiran Hukum

Penafsiran hukum yaitu suatu upaya yang intinya menerangkan, menjelaskan, menegaskan baik dalam arti memperluas maupun membatasi/ mempersempit pengertian aturan yang ada dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan perkara atau perkara yang sedang dihadapi. Istilah lain untuk penafsiran aturan yaitu interpretasi hukum.

Macam-macam penafsiran aturan yang dikenal dalam pelaksanaan aturan sehari- hari yaitu penafsiran autentik, penafsiran gramatikal, penafsiran analogis, penafsiran sosiologis, penafsiran historis, penafsiran ekstensif, penafsiran restriktif, penafsiran a contrario, dan penafsrian penyamaan atau penafsiran pengangkatan.

Berikut ini yaitu klarifikasi mengenai macam-macam penafsiran hukum tersebut di atas.


Penafsiran autentik


Penafsiran autentik atau penafsiran resmi yaitu suatu penafsiran aturan yang secara resmi terhadap maksud dari ketentuan suatu peraturan aturan dimuat dalam peraturan aturan itu sendiri alasannya yaitu penafsiran tersebut secara orisinil berasal dari pembentuk aturan itu sendiri.

Contoh penafsiran autentik yaitu :
  • Penafsiran kata “malam” yang dalam Pasal 98 kitab undang-undang hukum pidana ditegaskan sebagai “masa di antara matahari terbenam dan matahari terbit”.
  • Penafsiran perihal tata cara pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia yang dalam Pasal 1 Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 ditegaskan caranya, yaitu dengan cara “ditembak”.


 yaitu suatu upaya yang intinya menandakan PENGERTIAN PENAFSIRAN HUKUM DAN MACAM-MACAM PENAFSIRAN HUKUM

Penafsiran gramatikal


Penafsiran gramatikal yaitu suatu penafsiran aturan yang didasarkan pada maksud pengertian perkataan-perkataan yang tersusun dalam ketentuan suatu peraturan hukum, dengan catatan bahwa pengertian maksud perkataan yang lazim bagi umumlah digunakan sebagai jawabannya.

Contoh penafsiran gramatikal yaitu dalam Pasal 1 Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 yang mengatur perihal tata cara pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia hanya menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi mati dengan cara ditembak. Tetapi meskipun demikian, secara gramatikal tentunya sanggup ditafsirkan bahwa penembakan itu bukanlah asal sembarang tembak, melainkan penembakan yang menjadikan ajal terpidana, atau dengan kata lain terpidana ditembak hingga mati.


Penafsiran analogis


Penafsiran analogis yaitu penafsiran aturan yang menganggap suatu hal yang belum diatur dalam suatu aturan sebagai hal atau disamakan sebagai hal yang sudah diatur dalam aturan tersebut, alasannya yaitu hal ini memang sanggup dan perlu dilakukan.

Contoh penafsiran analogis yaitu tenaga listrik atau anutan listrik yang bekerjsama bukan berwujud barang dianggap sama dengan barang atau ditafsirkan sama, sehingga pencurian tenaga listrik atau anutan listrik sanggup dihukum, meskipun dalam undang-undang perkara pencurian listrik tersebut belum diatur.


Penafsiran sistematis


Penafsiran sistematis yaitu penafsiran aturan yang didasarkan atas sistematika pengaturan aturan dalam hubungannya antarpasal atau ayat dari peraturan aturan itu sendiri dalam mengatur masalahnya masing-masing.

Contoh penafsiran sistematis yaitu pengertian perihal “makar” yang diatur dalam Pasal 87 kitab undang-undang hukum pidana secara sistematis sanggup ditafsirkan sebagai dasar bagi pasal-pasal 104-108 KUHP, Pasal 130 KUHP, dan Pasal 140 kitab undang-undang hukum pidana yang mengatur perihal banyak sekali makar beserta hukuman hukumnya masing-masing bagi para pelakunya.


Penafasiran sosiologis


Penafsiran sosiologis yaitu penafsiran aturan yang didasarkan atas situasi dan kondisi yang dihadapi dengan tujuan untuk sedapat mungkin berusaha untuk menyelaraskan peraturan-peraturan aturan yang sudah ada dengan bidang pengaturannya berikut segala perkara dan perkara yang berkaitan di dalamnya, yang intinya merupakan perkara gres bagi penerapan peraturan aturan yang bersangkutan.

Contoh penafsiran sosiologis yaitu orang yang dengan sengaja melaksanakan penimbunan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat secara sosiologis sanggup ditafsirkan sebagai telah melaksanakan tindak pidana ekonomi, yakni tindak pidana kejahatan untuk mengacaukan perekonomian masyarakat, meskipun tujuan orang itu hanyalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri.


Penafsiran historis


Penafsiran historis yaitu penafsiran aturan yang dilakukan terhadap isi dan maksud suatu ketentuan aturan yang didasarkan pada jalannya sejarah yang mempengaruhi pembentukan aturan tersebut.

Contoh penafsiran historis yaitu dalam Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda tidak dikenal adanya adopsi  atau pengangkatan anak, kecuali bagi golongan Timur Asing Cina. Hal ini secara historis sanggup disa ditafsirkan dari sejarah kehidupan Bangsa Belanda sendiri yang pada mulanya hidup bermarga-marga di mana ikatan keturunan darah orisinil dalam suatu marga menjadi pegangan dasar kehidupan mereka. Akibatnya, demi keaslian keturunan marga tersebut, maka mereka tidak membenarkan adanya adopsi.


Penafsiran ekstensif


Penafsiran ekstensif yaitu suatu penafsiran aturan yang bersifat memperluas ini pengertian suatu ketentuan aturan dengan maksud supaya dengan ekspansi tersebut, hal-hal yang tadinya tidak termasuk dalam ketentuan aturan tersebut sedangkan ketentuan aturan lainnya pun belum ada yang mengaturnya, sanggup dicakup oleh ketentuan aturan yang diperluas itu.

Akibatnya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh hal-hal tersebut sanggup dipecahkan dengan memakai ketentuan aturan yang isinya telah diperluas melalui penafsiran ini, sehingga tidak perlu lagi repot-repot disusun suatu ketentuan aturan yang gres lagi, yang khusus dibentuk hanya untuk mengatur hal-hal gres yang itu saja.

Contoh penafsiran ekstensi yaitu Pasal 100 kitab undang-undang hukum pidana yang memperluas pengertian “kunci palsu” dengan menegaskan : “yang masuk sebutan kunci palsu yaitu sekalian perkakas yang gunanya tidak untuk pembuka kunci itu”.


Penafsiran restriktif


Penafsiran restriktif yaitu penafsiran aturan yang intinya merupakan lawan atau kebalikan dari penafsiran ekstensif.

Kalau penafsiran ekstensif bersifat memperluas pengertian suatu ketentuan hukum, maka penafsiran restriktif justru bersifat meretriksi atau membatasi atau memperkecil pengertian suatu ketentuan aturan dengan maksud supaya dengan pembatasan tersebut, ruang lingkup pengertian ketentuan aturan tersebut tidak lagi menjadi terlalu luas sehingga kejelasan, ketegasan dan kepastian aturan yang terkandung di dalamnya akan lebih gampang diraih.

Akibatnya dalam penerapan dan pelaksanaannya, ketentuan aturan tersebut akan lebih mengena terhadap sasarannya alasannya yaitu memang maknanya sendiri telah dibatasi dan diarahkan secara khusus kepada perkara yang menjadi target pengaturannya.

Contoh penafsiran restriktif yaitu Pasal 15 ayat 3 kitab undang-undang hukum pidana yang membatasi dan menegaskan pengertian “masa percobaan” dengan menetapkan : “tempo percobaan itu tidak dihitung selama kemerdekaan si terhukum dicabut dengan sah”.


Penafsiran a contrario


Penafsiran a contrario yaitu penafsiran aturan yang didasarkan pada pengertian atau kesimpulan yang bermakna sebaliknya dari isi pengertian ketentuan aturan yang tersurat.

Contoh penafsiran a contrario yaitu Pasal 77 kitab undang-undang hukum pidana yang menegaskan bahwa  hak (penuntut) untuk menuntut aturan terhadap tertuduh menjdi gugur bila si tertuduh meninggal dunia.

Jadi, secara a contrario atau kebalikannya sanggup ditafsirkan bahwa jikalau si tertuduh belum meningggal, hak penuntut untuk menuntut atas dirinya belumlah gugur, sepanjang tidak adanya hal-hal lain yang juga sanggup menggugurkan hak penuntutan tersebut (seperti yang diatur Pasal 78 KUHP).


Penafsiran penyamaan atau penafsiran pengangkatan


Penafsiran penyamaan atau penafsiran pengangkatan yaitu penafsiran aturan yang sifatnya mengangkat kedudukan hal-hal yang lebih rendah derajatnya dan menyamakannya dengan hal-hal yang lebih tinggi derajatnya, yang tujuannya juga untuk penegasan kepastian hukum.

Contoh penafsiran penyamaan yaitu penafsiran aturan yang menyamakan kedudukan Perpu dengan kedudukan undang-undang dalam keadaan darurat.

Demikianlah klarifikasi mengenai penafsiran hukum dan macam-macam penafsiran hukum. Semoga goresan pena ini bermanfaat. 

Load comments